Belajar dari “pengalaman Monyet”

Berikut sebuah cerita hikmah yang saya dapat dari sebuah friendster teman saya di http://www.friendster.com/bulletin.php?bid=42750587&uid=15724117. Cerita yang berisikan hikmah yang cukup bagus buat kita semua. Khususnya saya. Cerita ini saya rasakan bagus sekali.

Artikel menarik
tentang teknik berburu monyet di
hutan-hutan Afrika. Caranya begitu
unik. Sebab, teknik itu memungkinkan si
pemburu menangkap monyet dalam keadaan
hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun.
Maklum, ordernya memang begitu. Sebab,
monyet-monyet itu akan digunakan
sebagai
hewan percobaan atau binatang sirkus di
Amerika.

Cara menangkapnya sederhana saja.

Sang pemburu hanya menggunakan toples
berleher panjang dan sempit. Toples itu
diisi kacang yang telah diberi aroma.
Tujuannya,agar mengundang monyet-monyet
datang. Setelah diisi kacang,
toples-toples itu ditanam dalam tanah
dengan menyisakan mulut toples
dibiarkan
tanpa tutup.

Para pemburu melakukannya di sore hari.
Besoknya, mereka tingal meringkus
monyet-monyet yang tangannya terjebak
di
dalam botol tak bisa dikeluarkan. Kok,
bisa ? Tentu kita sudah tahu jawabnya.

Monyet-monyet itu tertarik pada aroma
yang keluar dari setiap toples. Mereka
mengamati lalu memasukkan tangan untuk
mengambil kacang-kacang yang ada di
dalam. Tapi karena menggenggam kacang,
monyet-monyet itu tidak bisa menarik
keluar tangannya. Selama mempertahankan
kacang-kacang itu, selama itu pula
mereka terjebak. Toples itu terlalu
berat untuk diangkat. Jadi,
monyet-monyet itu tidak akan dapat
pergi
ke mana-mana !

Mungkin kita akan tertawa melihat
tingkah bodoh monyet-monyet itu. Tapi,
tanpa sadar sebenamya kita mungkin
sedang menertawakan diri sendiri. Ya,
kadang kita bersikap seperti
monyet-monyet itu. Kita mengenggam erat
setiap permasalahan yang kita miliki
layaknya monyet mengenggam kacang.

Kita sering mendendam, tak mudah
memberi
maaf, tak mudah melepaskan maaf. Mulut
mungkin berkata ikhlas, tapi bara
amarah
masih ada di dalam dada. Kita tak
pernah
bisa melepasnya.

Bahkan, kita bertindak begitu bodoh,
membawa “toples-toples” itu ke mana pun
kita pergi. Dengan beban berat itu,
kita
berusaha untuk terus berjalan. Tanpa
sadar, kita sebenamya sedang
terperangkap penyakit hati yang akut.

Teman, sebenarnya monyet-monyet itu
bisa
selamat jika mau membuka genggaman
tangannya.

Dan, kita pun akan selamat dari
penyakit
hati jika sebelum tidur kita mau
melepas
semua “rasa tidak enak” terhadap
siapapun yang berinteraksi dengan kita.

Dengan begitu kita akan mendapati hari
esok begitu cerah dan menghadapinya
dengan senyum. Dan, kita pun tahu surga
itu diperuntukkan bagi orang-orang yang
hatinya bersih.

Jadi, kenapa tetap kita genggam juga
perasan tidak enak itu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *